BAB II Tinjauan Pustaka Fotogrametrik

Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1       Pengertian Fotogrametrik
Fotogrametri adalah seni, ilmu, dan teknologi untuk memperoleh informasi
terpercaya tentang objek fisik dan lingkungan melalui proses perekaman,
pengukuran, dan interpretasi gambaran fotografik dan pola radiasi energi
elektromagnetik yang terekam (Wolf, 1989). Dan suatu kegiatan dimana aspek-aspek geometrik dari foto-foto udara, seperti sudut, jarak, koordinat dan sebagainya merupakan faktor utama.
            Dari beberapa pengertian tersebut, terdapat dua aspek penting, yakni
ukuran objek (kuantitatif) dan jenis objek (kualtitatif). Kedua aspek tersebut yang
kemudian berkembang menjadi cabang fotogramteri, yakni :
1.      Fotogrametrik Metrik
2.      Fotogrametrik Interpretatif
Tujuan mendasar dari fotogrametri adalah membangun secara sunguhsungguh hubungan geometrik antara suatu objek dan sebuah citra dan menurunkan informasi tentang objek secara teliti dari citra. Untuk dapat melakukan pekerjaan perlu pemahaman terhadap azas fotogrametri. Azas fotogrametri merupakan hal penting bagi penafsir foto, karena ia merupakan dasar untuk penghitungan kenampakan medan hasil interpretasi dalam kaitannya dengan lokasi dan bentangannya. Proses kuantifikasi ini penting karena perhatian penafsir pada apa yang terdapat pada citra hampir selalu disertai dengan memperhatikan dimana
kedudukan objek objek yang diamati tersebut di lapangan dan bagaimana bentangan arealnya (Lillesand, Kiefer, dan Chiepman, 2006). Analisis fotogrametrik meliputi aspek yang paling sederhana dengan pengukuran yang kurang teliti dengan memanfaatkan konsep-konsep geometrik sederhana dan menghasilkan peta sampai dengan pengukuran rumit dan dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi dengan mengunakan peralatan yang canggih.
Sebagai sebuah ilmu dan seni, maka untuk memanfaatkan fotogrametri diperlukan seperangkat pengetahuan mengenai karakteristik foto udara, pengetahuan interpretasi, matematika dasar, dan ilmu sesuai bidang yang ditekuninya. Bagi para peminat geomorfologi, geologi, planologi, kehutanan dan sebagainya, interpretasi tingkat dasar merupakan pengetahuan yang menyeluruh tentang bidangnya tersebut. Dengan demikian, fotogrametri tanpa pengetahuan dasar dalam bidang lain tersebut tidak bermakna apa-apa bagi masing-masing bidang. Foto udara juga hanya berupa kombinasi dari warna yang menggambarkan objek dan nilai digital tertentu yang mungkin tidak dapat digunakan tanpa pengetahuan dasar interpretasi.

2.1.1        Kegunaan Fotogrametrik
Kegunaan atau Fungsi Fotografimetri dalam pemanfaatan lingkungan
1.      Pemetaan Topografi
2.      Pembuatan Titik Kontrol Medan
3.      Pembuatan peta-peta lain yaitu untuk perencanaan jalan raya, jalan kereta api,, jembatan, jaringan pipa, jaringan transmisi, bendungan, perbaikan sungai dan pelabuhan, proyek pembaharuan kota dsb (bidang rekayasa).
4.      Pembuatan peta dasar secara kasar untuk menggambarkan  batas pemilikan lahan yang ada. Foto udara merupakan hasil pencitraan muka bumi tanpa memiliki informasi koordinat geografi atau UTM yang terkait dengan bumi yang diperoleh dari survei lapangan.
5.      Merencanakan survei medan (jalur pencapaian ke daerah yang jauh dapat dikenali sehingga dapat ditemukan hambtaan terkecil untuk melalui medan yang sukar/daerah hutan) dengan pengamatan tiga dimensi tanpa harus datang ke daerah tersebut.
6.      Pembuatan peta pajak bumi, peta tanah, peta hutan dan peta bagi perencanaan serta pewilayahan kota dan daerah.
7.      Bidang astronomi, arsitektur, kepurbakalaan, ekologi, dan mineralogi
8.      Aplikasi untuk sumberdaya alam, meliputi bidang :
a)      Pertanian
b)      Hidrologi
c)      Geologi
d)     Perubahan fungsi lahan
e)      Kehutanan
Selain itu fotogrametri juga sedang diterapkan di banyak bidang misalnya geologi, arkeologi, kehutanan, pertanian, pelestarian, perencanaan, dinas rahasia militer, pengelolaan lalu lintas dan penyelidikan kecelakaan.
Keuntungan penggunaan fotogrametri adalah :
1.      Mampu merekam objek yang terdapat di permukaan bumi dalam luasan yang besar.
2.      Dapat digunakan untuk menganalisa dinamika suatu keadaan dari waktu ke waktu melalui interpretasi, pengorbanan yang diperlukan (waktu, biaya dan tenaga) menjadi lebih murah.
3.      Dapat merekam dan menyajikan data yang tidak dapat dilihat dengan menggunakan mata telanjang seperti sinar tampak, ultra violet dan infra merah.
4.      Dapat dilihat detail-detail tertentu bila menggunakan suatu pemilihan kombinasi yang tepat : jenis film, filter, kamera dan parameter-parameter lain.

2.1.2        Kegiatan-kegiatan Fotogrametrik
Menurut Lillesand and Kiefer (1994), aspek yang paling mendasar di
dalam fotogrametri adalah meliputi langkah atau kegiatan sebagai berikut :
1.      Menentukan jarak medan mendatar dan besarnya sudut berdasarkan pengukuran yang dilakukan pada foto udara tegak.
2.      Menentukan tinggi objek dari pengukuran pergeseran letak oleh relief.
3.      Menentukan tinggi objek dan ketinggian medan dengan pengukuran paralaks citra.
4.      Penggunaan titik kontrol medan.
5.      Membuat peta di dalam plotter stereo.
6.      Membuat ortofoto.

2.2       Sejarah Fotogrametrik
Ilmu Fotogrametri telah dikenal sejak lama pada tahun 350 Sebelum Masehi, jauh sebelum ditemukannya fotografi. Tokoh yang pertama memperkenalkan adalah Aristoteles, menurutnya fotogrametri merupakan proses untuk memproyeksikan gambaran objek secara optik. Pada awal abad 18 Dr.Brook Taylor mengemukakan pendapat tentang perspektif linier. Setelah itu J.H.Lambert menyatakan bahwa asas perspektif dapat dimanfaatkan untuk membuat peta.
Proses fotografi mulai berkembang sejak tahun 1839, yaitu pada saat Louis Daguerre menemukan proses fotografi udara dengan plat logam yang dibuat peka terhadap sinar. Pada tahun 1840 Arago memperagakan penggunaan fotogrametri untuk pemetaan topografi. Kemudian colonel Aime Laussedat (Korps Ahli Teknik Angkatan Darat Perancis) pada tahun 1849 membuat peta topografi dengan fotogrametri. Dari pengalaman tersebut pada tahun 1859 Laussedat berhasil menggunakan fotogrametri untuk pemetaan. Fotogrametri semakin pesat perkembangannya terbukti dengan dikembangkannya proses fotografi dengan menggunakan tiga warna pada tahun 1861 yang disempurnakan pada tahun 1891.
Pada tahun 1886 Kapten Deville (pimpinan surveyor Kanada) menggunakan fotogrametri untuk membuat peta topografi di Amerika Utara (Kanada). Ia menyatakan asas Laussedat baik untuk pemetaan daerah pegunungan Kanada barat yang bertopografi kasar. Dinas Survai Pantai dan Geodesi US menggunakan fotogrametri pada tahun 1894 untuk memetakan daerah perbatasan.
Tahun 1902 semua pekerjaan fotogrametri lebih terpusat pada terrestrial foto. Kemudian tahun 1909, Dr. Carl Pulfrich dari Jerman melakukan percobaan dengan foto stereo. Hasilnya menjadi landasan teknik pemetaan. Pertama digunakan pesawat udara pada tahun 1913. Pada saat perang dunia I foto udara digunakan secara luas. Perang dunia II, fotogrametri digunakan untuk pemetaan medan lawan. Sekarang fotogrametri telah mapan (akurat, efisien, dan menguntungkan) sehingga sebagian besar pekerjaan pemetaan menggunakan fotogrametri. Dukungan ketersediaan teknologi pencitraan secara digital telah
mendorong fotogrametri semakin banuyak digunakan, karena kebutuhan peralatan fotogrametri yang mahal dapat dikurangi dengan perangkat lunak dan perangkat keras yang murah.
Pemanfaatan fotogrametri telah berkembang luas dalam berbagai bidang, dari desain keteknikan, inventarisasi sumberdaya alam dan lingkungan pemetaan arkeologi dan survey hidrografi. Menurut Tao (2002) sebagian besar peta-peta topografi yang ada saat ini dibuat dengan menggunakan fotogrametri, yang dibantu dengan pendekatan SIG (Sistem Informasi Geografis) terutama dalam pembaharuan dan pengumpulan basis data. Sesuai dengan perkembangan teknologi pencitraan, maka saat ini kecenderungannya bentuk data fotogrametri berupa citra digital, baik citra digital asli maupun tidak asli. Citra digital asli
adalah citra yang perekamannya dilakukan dengan kamera digital, sedangkan citra
digital tidak asli berasal dari digitasi data analog yang diubah menjadi data digital
dengan cara penyiaman (scanning).
Peralatan untuk keperluan interpretasi, plotting, pengukuran, raktifikasi dan lain-lain juga telah mengalami banyak perubahan. Perubahan alat mengikuti jenis data, efisiensi dan kemutakhiran teknologinya. Data digital memungkinkan pengolahan citra dapat dilakukan dengan komputer yang memiliki berbagai perangkat lunak. Dengan pergeseran jenis data dan peralatan, dari peralatan yang rumit dan mahal menjadi peralatan yang lebih mudah dan murah berimplikasi pada makin banyaknya orang yang mempelajari dan mengaplikasikan
fotogramteri, sehingga fotogrametri saat ini makin berkembang luas sebagai ilmu,
aplikasi, peminat, piranti, dan sebagainya.
2.3       Fotogrametrik Digital
Fotogramteri yang semula memanfaatkan citra analog telah berkembang ke arah pemanfaatan citra digital. Perkembangan dipicu oleh perkembangan teknologi komputer beserta perangkat lunaknya, perkembangan teknologi pencitraan yang mendorong migrasi dari foto udara ke citra resolusi tinggi yang direkam dari ruang angkasa, semakin terjangkaunya harga peralatan digital untuk keperluan analisis citra, mahalnya peralatan optik dan mekanik untuk analisis citra analog, dan lain-lain. Fotogrametri telah berkembang dari fotogrametri analog menjadi fotogramteri analitik, dan saat ini berevolusi menjadi fotogramteri digital.
Istilah Fotogrametri Digital muncul sejak fotogramteri mengadopsi citra digital sebagai objek kajian dan berbagai aplikasinya dalam berbagai bidang. Disamping istilah fotogramteri muncul pula istilah Softcopy Photogrammetry. Kedua istilah tersebut menunjuk pada hal yang sama. Istilah “softcopy photogrammetry” secara luas digunakan di Amerika Serikat, alasan penggunaan istilah tersebut adalah untuk tujuan historis, dimana citra yang dianalisis berupa file-file komputer yang biasa disebut softcopy. Di dunia internasional istilah yang digunakan adalah digital photogrammtery. Perbedaan utama antara fotogrametri digital dengan pendahulunya (analog dan analitik) adalah berkaitan dengan citra digital yang digunakan secara langsung daripada foto udara analog. Pada fotogramteri analog, instrument optik dan mekanik digunakan secara luas untuk mencari hubungan geometrik, sementara pada fotogramteri analitik, pemodelan geometrik lebih bersifat matematis. Tetapi matematika untuk model pemrosesan data, seperti orientasi, trianggulasi, dan lainlain masih digunakan dalam fotogramteri digital secara mapan.
Menurut Dowman (1991) terdapat sejumlah factor penting yang menyebabkan fotogramteri digital berkembang sangat cepat, faktor-faktor tersebut antara lain:
1)      Ketersediaan jumlah citra digital yang semakin meningkat dari sensor satelit,
kamera CCD, dan penyiam
2)      Ketersediaan komputer (DPW) dengan peripheral teknologi yang inovatif dan
terpercaya, seperti ruang penyimpanan yang makin luas, monitor yang mampu
menampilkan warna sebenarnya, transfer data yang cepat, dan teknik
kompresi/dekompresi.
3)      Integrasi semua tipe datadalam suatu system informasi komprehensif dan
menyatu, misalnya SIG.
4)      Aplikasi real-time, seperti robotic dan control kualitas
5)      Desain berbantuan komputer
6)      Kekurangan operator fotogramteri yang terlatih dan berpengalaman
Citra digital pada umumnya diperoleh dari hasil perekaman dengan menggunakan sensor non-kamera (scanner, radiometer, spektometer) dan kamera yang detektornya tidak menggunakan film tetapi menggunakan detector elektronik. Citra digital tidak selalu merupakan data rekaman langsung, tetapi dapat pula hasil rekaman data non-digital, seperti gambar dari monitor, televise, atau data fotografik yang telah dikonversi menjadi bentuk digital (konversi dari kontinum ke diskrit). Pengolahan citra digital yang berbentuk data diskrit ini dilakukan dengan bantuan komputer yang bekerja dengan angka-angka presisi
terhingga
Dalam fotogrametri analog, instrument mekanik dan optic (plotter) digunakan untuk membangun relasi geometrik. Pada fotogrametri analatik, pemodelan geometrik bersifat matematis. Analisisnya memerlukan plotters fotogrametri yang harganya mahal. Dalam fotogrametri digital, semua jenis citra (aktif maupun pasif) yang diperoleh dari pesawat terbang, satelit, dan lain-lain) dapat diproses. Seluruh proses fotogrametri bersifat digital, dan banyak komponen-komponennya yang telah diotomatisasi.

2.3.1    Peralatan Pengolahan Cita Diigital
Pada umumnya, suatu proyek fotogrametri meliputi dua tahap, yakni:
1) akuisisi citra data pendukungnya (misalnya informasi kontrol medan)  
2) pemrosesan citra untuk menderivasi citra dan produk vector.
Tahap pertama
mencakup beberapa langkah seperti desain projek, perencanaan misi, perolehan
data, control medan dan jaminan mutu.
Tahap kedua,
mencakup penggunaan stasiun kerja fotogrametri digital atau DPW (digital photogrammetric
workstation) untuk kerja pemrosesan data.
Sebuah DPW mengkombinasikan perangkat keras dan perangkat lunak komputer menurut kerangka kerja fotogrametri untuk mengolah data citra digital. Sebagai gambaran worksatation lihat gambar 68. Suatu DPW terdiri dari sebuah workstation grafis, dengan perngakat penampil stereo (sebagian besar menggunakan perangkat ini) dan mouse 3D. Untuk DPW modern, tidak ada persyaratan tersedianya komputer sebagai host. Untuk keperluan sebuah DPW paling tidak dibutuhkan desktop PC paling tidak RAM 256, monitor 19-21 inch dan kartu grafis (VGA Card) yang bagus.
Desain DPW ke depan harus memenuhi kelengkapan dasar yang diperlukan. Suatu system fotogrametri digital didefinisikan sebagai konfigurasi hardware/software yang menghasilkan produk fotogrametri dari citra digital dengan menggunakan teknik manual dan otomatis. Keluaran dari system tersebut berupa koordinat titik objek tiga dimensi, permukaan terstruktur, fitur-fitur terekstaraksi, dan ortofoto. Ada dua perbedaan utama antara DPW dan stereoplotter analitik. Pertama, input data yang digunakan, data digital untuk diolah DPW lebih bersifat dinamis. Kedua, perubahan yang dibawa oleh system fotogrametri digital yang berupa potensi untuk pengukuran otomatis, dan penyelarasan citra (image matching) yang sederhana tidak sebagaimana stereoploter analitik. Pengukuran otomatis dan teknik penyelarasan citra merupakan dua hal yang memiliki nilai tambah teknologi digital baru yang sangat berarti bagi fotogrametri.
Peralatan yang diperlukan untuk kerja fotogramteri digital mencakup perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Perangkat kerasnya berupa unit computer beserta peralatan pendukungnya sebagai DPW dan perangkat lunaknya berupa program computer yang perlu disesuaikan dengan spesifikasi perangkat keras (hardware compatibility) dan tujuan penggunaannya.
1)      Konfigurasi perangkat lunak
Perkembangan computer pribadi (PC) bersama dengan system operasinya telah mendorong lahirnya berbagai system pengolah data digital 64 bit yang dapat bekerja optimal. Konfigurasi perangkat keras system pengolahan citra digital pada umumnya dapat diterapkan pada berbagai level computer. Computer generasi baru dengan dukungan prosesor ganda mampu bekerja secara multi-task dan multiuser.
Konfigurasi system perangkat keras untuk pengolahan citra digital secara umum terdiri atas enam sub-sistem, yakni subsistem computer, subsistem input video, susbsistem output video, susbsistem control proses interaktif, susbsistem penyimpanan citra, dan subsistem perangkat khusus pengolah citra (Murni dalam
Sri Hardiyati, 2001).
a)      Subsistem computer
b)      Subsistem input video
c)      Subsistem output video
d)     Subsistem control interaktif
e)      Subsistem penyimpanan file citra
f)       Subsistem perangkat keras khusus pengolah citra
Ada banyak cara untuk menyediakan stereo viewing, termasuk monitor yang dapat di-split menjadi stereoskop sederhana, anaglif (tampil merah/hijau), polarisasi dan metode CrystalEyes. Pemilihan kelengkapan perangkat pada umumnya disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan dan factor anggaran, diantara kelengkapan itu dapat dilihat pada gambar 69. Hal yang perlu diketahui bahwa banyak operasi fotogrametri digital tidak membutuhkan stereo viewing, kecuali untuk pengukuran koordinat 3-D, oleh karena itu banyak DPW tidak
menyediakan. Untuk memaksimalkan efsisensi pemetaan, akurasi dan
kenyamanan operator.
2)      Konfigurasi perangkat lunak
Konfigurasi perangkat lunak (software) pengolah citra digital secara garis besar dibagi menjadi 7 modul sebagai berikut:
a)      Modul peroses file masukan dan keluaran.
b)      Modul filtering dan koresi radiometric.
c)      Modul proses registrasi citra dan koreksi geometric.
d)     Modul klasifikasi citra.
e)      Modul perhitungan statistik.
f)       Modul proses pembuatan laporan dan peragaan secara grafis.
Disamping untuk keperluan operasi logika, modul ini berguna untuk :
1.      Penggabungan citra secara spectral, misal analisis lebar.
2.      Analisis interseksi untuk menangani klasifikasi citra diantaraperpotongan kenampakan objek, seperti sungan dengan jalan.
3.      Analisis garis dan bidang untuk cropping citra dalam menentukan batas wilayah pada radius tertentu, seperti buffering dalam SIG

2.3.2    Alur kerja Fotogrametrik Digital
Strynatika (2007) membagi alur kerja fotogramteri menjadi tiga periode, yakni: alur kerja tradisional, alur kerja digital, dan alur kerja masa depan. Alur kerja tradisional mencakup pekerjaan proses penyiaman (scanning), mengoreksi citra (image dodging), penyetelan proyek, informasi kamera, orientasi interior, trianggulasi udara, generalisasi medan, pengeditan data medan, ekstraksi fitur, ortofoto dan pembuatan mosaik. Perbedaan alur kerja tersebut dengan alur kerja digital adalah pengunaan data digital secara langsung, pengunaan citra resolusi sangat tinggi dan semua jenis data citra dapat diolah (tidak terbatas pada foto udara), dan fotogramteri modern biasanya dipadukan dengn GPS (global Positioning System). Untuk mengetahui alur kerja fotogramteri mendatang, dapat dimulai dari melihat perkembangan alat bantu dalam kerja fotogrametri secara langsung, seperti perkembangan dalam perangkat keras komputer, teknologi sensor baru, dan solusi enterprise. Fotogramteri masa depan memungkinkan pengolahan data menjadi sangat cepat, pengguna tidak perlu lagi menyimpan data pada storage tapi dapat disimpan di komputer server, sehingga perlu metode yang berbeda untuk mengaksesnya.
Ada kecenderungan meningkatnya kebutuhan terhadap tools untuk mengolah dan mengarsip data. Banyak pengguna mulai mencoba mempublikasikan data yang tersimpan pada server dan pada web atau aplikasi klien seperti Google Earth. Teknologi sensor juga berkembang sangat cepat, sehingga kemungkinan diperoleh data medan dengan akurasi dan densitas yang sangat tinggi. Hal ini akan mempengaruhi alur kerja fotogramteri.
Produk primer dari kerja fotogrametri digital adalah model elevasi digital (digital elevation model=DEM), citra terektifikasi-orto atau citra orto (orthoimages) dan fitur-fitur terekstaksi (vektor). Produk yang paling popular adalah DEM. DEM adalah file digital yang berisi elevasi medan yang sesuai dengan posisinya di lapangan secara tetap menempati interval horizontal (USGS, 2001). DEM biasanya diperoleh dengan cara interpolasi peta kontur digital dengan menggunakan perangkat lunak tertentu berbasis raster. DEM digunakan untuk menampilkan gambar/peta 3-tiga dimensi yang berupa kemiringan lereng, aspect (arah kemiringan), dan profil-profil medan antara titik-titik terpilih. USGS menggunakan DEM yang merupakan kombinasi dari grafik raster digital, grafik garis digital, ortofoto digital persegi empat untuk mempertajam informasi visual bagi ekstraksi data dan keperluan revisi serta untuk membuat citra digital hybrid yang indah dan menarik. Aplikasi non-grafis seperti data gravitasi dan model medan untuk digunakan dalam pencarian sumberdaya energy, penghitungan volume waduk, membuat estimasi kemungkinan longsor lahan juga dapat dikembangkan.


Perangkat lunak yang biasanya digunakan untuk keperluan tersebut antara lain: ArcGIS, ILWIS, Idrisi, Autocadmap, dan lain-lain. Disamping istila DEM terdapat pula istilah digital surface model atau digital terrain model (DTM). Disebut DTM karena terrain (medan atau bentuk fisis permukaan bumi) diwakili oleh suatu model teretentu yang terbentuk dari sekumpulan titik-titik yang diketahui koordinat ruangnya. Kumpulan titik tersebut dapat diperoleh dengan cara terestris, fotogrametris atau digitasi. Dengan bantuan komputer data tersebut disimpan dalam bentuk digital pada storage komputer (hard disc, blue ray, DVD, CD, flahdisk) dan dapat dipanggil kembali untuk berbagai keperluan dan diupdate bila terdapat data baru. Produk sekunder diturunkan dari produk primer antara lain peta kontur (diturunkan dari DEM), peta-peta kontur citra (citra orto yang dioverlay dengan peta kontur) sebagaimana ditunjukkan oleh gambar 58, peta garis citra (citra-orto dengan overlay vector) dan model-model kenampakan 3-D (DEM dengan paduan citra dan fitur 3-D).
1.      Penyiaman citra
2.      Perolehan citra digital
3.      Orientasi dan trianggulasi
4.      Pemerolehan DEM
2.3.3    Keunggulan dan Kelamahan Fotogrametri Digital
1.      Keunggulan Fotogrametri Digital
a)      Tidak membutuhkan peralatan optic dan mekanik yang harganya mahal dan sangat jarang ketersediannya.
b)      Pekerjaan menjadi lebih praktis dan efisien, karena banyak diantara pekerjaan-pekerjaan fotogramteri dapat diotomatisasi.
c)      Data tersimpan dalam bentuk yang ringkas, tidak memerlukan tempat/ruang luas.
d)      Data digital dapat dengan mudah dikombinasikan dengan data atribut lain, sehingga data citra dapat lebih informatif.
e)      Fotogramteri digital menyediakan fasilitas, yang memungkinkan kualitas citra dapat diatur sehingga satu jenis citra dapat digunakan dalam berbagai keperluan.
f)       Tidak memerlukan peralatan yang jumlah dan ukurannya besar-besar, seperti stereoplotter analitik, stereometograf, Zoom Tranfer Scope, dan lain-lain.
g)      Kompatibel terhadap semua jenis citra, tidak terbatas pada foto udara (hasil perkeman dengan kamera).
h)      Prospektif, karena perkembangan fotogramteri berkorelasi positif dengan perkembangan teknologi perangkat keras dan perangkat lunak computer.

2.      Kelamahan Fotogrametri Digital
a)      Problem ukuran citra digital yang sering kali sangat besar. Sebuah foto udara berformat 23 cm x 23 cm disiam pada resolusi 20 mikrometer, membutuhkan lebih dari 200 megabyte ruang penyimpanan Kesalahan dalam penanganan ukuran citra yang besar ini dapat menyebabkan alur kerja fotogramteri menjadi terganggu. Cara paling efisien untuk menangani data citra yang besar adalah dengan membuat format file yang ringkas dan teknik mengkompres citra.
b)      Kegagalan fotogrametri digital sering terjadi karena kegagalan dalam input data. Saat dilakukan proses scanning.
c)       Langkah-langkah pemrosesan citra digital memerlukan tenaga yang benar-benar terlatih dan professional.
d)      Pada beberapa perangkat lunak kemampuan membaca file yang telah diolah dengan perangkat lunak lain tidak dapat dilakukan secara langsung, karena harus melalui prose konversi.

Daftar Pustaka :
- Diktat Fotogrametri, pdf.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dampak Pengembangan Pariwisata